Bersama Untuk Anak - Kisah Ibu Lia dari Sulawesi Tengah
Ibu Lia adalah guru honor SD di salah satu desa sangat terpencil di desa Malari, Sulawesi Tengah. Ibu Lia mencintai pekerjaannya dan selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk murid-muridnya. Di luar sekolah, Ibu Lia juga aktif memberikan pelajaran tambahan kepada murid dan mengelola ekstrakurikuler pramuka.
Suatu hari, Ibu Lia mendengar akan ada perlombaan olimpiade sains tingkat nasional. Peserta akan diseleksi dari tingkat kecamatan, kabupaten kemudian yang lolos akan berlomba di tingkat nasional. Ibu Lia menyadari bahwa 6 anaknya sangat berpotensi untuk mengikuti perlombaan ini.
Mewujudkan ini tidaklah mudah, karena akses sekolah yang jauh dari kota. Sebagian anak bahkan tidak pernah meninggalkan desanya.
“Murid-murid di sini tidak akan bisa berlomba, pasti kalah mereka. Ongkos membawa anak ke kota itu besar, Dana Bos tidak cukup”, ucap kepala sekolah kepada Ibu Lia. Selain itu, juga jadi pertanyaan bagi Ibu Lia apakah orang tua akan mendukung? Mengingat sumber penghasilan orang yang hanya didapatkan dari mencari ikan di laut.
Ibu Lia tidak patah arang. Ibu Lia mengumpulkan anak-anak dan mendiskusikan rencananya untuk mengikuti olimpiade yang disambut antusias dan komitmen untuk belajar lebih keras mempersiapkan perlombaan. Ibu Lia meminta anak-anak mulai memberitahu orang tua mereka. Ibu Lia percaya, jika orang tua melihat keseriusan anak-anak dalam mengikuti lomba maka mereka akan berupaya memberikan yang terbaik untuk anak.
Beberapa orang tua datang ke rumah Ibu Lia, dan bertanya langsung. Sebagian orang tua tidak percaya bahwa anaknya bisa ke luar desa dan ikut lomba olimpiade. Ibu Lia melihat rasa bangga dan haru di mata mereka. Selain berdiskusi dengan orang tua, Ibu Lia juga bertemu dengan kepala desa dan menceritakan harapan anak untuk ikut berlomba. Di luar dugaan, kepala desa mengatakan akan mengantar anak ke kota dengan mobil desa dan menyediakan makan untuk mereka.
Ibu Lia menyadari bahwa dia tidak sendiri dan memiliki banyak dukungan.
Ibu Lia kemudian berbicara kembali dengan kepala sekolah dan mendiskusikan pembiayaan serta langkah-langkah untuk mempersiapkan anak mengikuti lomba. Kepala sekolah setuju untuk mengadakan rapat dengan orang tua, pemerintah desa dan sekolah untuk membahas ini. Di dalam rapat, semua orang urun rembuk untuk mengkonkretkan dukungan yang diberikan agar anak-anak siap mengikuti lomba. Beberapa orang tua akan memasak untuk semua anak dan guru, orang tua lainnya mencarikan rumah kerabatnya untuk tempat tinggal anak di kota, dan 2 guru lainnya akan membantu memberikan pelajaran tambahan di luar jam sekolah.
Ibu Lia percaya bahwa gotong royong bukan hasil akhir semata tetapi proses untuk bekerja sama dalam melakukan yang terbaik untuk anak. Tiga anak yang berlomba gagal masuk pada tahap berikutnya, sedangkan 3 lainnya lolos hingga tahap kabupaten. Meskipun akhirnya tidak mendapatkan juara nasional, namun Ibu Lia sangat bangga terhadap perubahan kecil di sekolahnya.
“Tahun depan kita coba lagi Bu Lia” kata beberapa guru di sekolah.
Kesempatan berlomba di luar desa membawa perubahan positif kepada anak-anak dan lingkungan sekolah. Anak-anak menjadi lebih sering belajar sore di sekolah dan meminjam buku di perpustakaan. Selain itu, orang tua semakin mendukung kegiatan yang diinisiasi oleh pihak sekolah. Kepala sekolah pun lebih semangat untuk mengajak guru-guru melakukan pembenahan pada proses belajar mengajar agar kualitas belajar semakin meningkat.
Meski tidak juara, Ibu Lia dan semua warga sekolah sedang bergerak bersama agar lingkungan belajar anak semakin baik.
Sumber : Panduan Lokakarya 8 Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 1